Wednesday, January 18, 2012

4 Tahun Sudah

4 tahun yang lalu, saya tidak pernah tahu saya kelak ingin menjadi apa. Kalaupun saya punya cita-cita, sangat jauh dari harapan orang tua saya. Ya, saya ingin jadi musisi. Predikat saya yang saat itu sebagai anak band, gitaris dari sebuah band metal hardcore bernama Hard To Kill membuat saya tidak mempunyai pilihan untuk tidak bercita-cita menjadi musisi. Bayangkan, medio 2005 hingga 2008 hampir tiap minggu saya dengan band saya tampil di pentas musik underground, baik itu di pub, club, GOR, hingga skala festival sekalipun kami hajar. Mulai dari ditonton hanya segelintir anak punk yang sedang mabuk parah hingga bermain satu panggung dengan band underground idola saya pun sudah saya rasakan. Seperti apa rasanya?ehm, seperti berada di puncak dunia. Yap, ketika apa yang anda perjuangkan dari nol, hingga akhirnya karya anda di akui, itu merupakan satu pencapaian yang tiada tergantikan. 
Kuliah...?ya, saya kuliah saat itu. Seperti apa prestasi akademis saya?jauh dari kata sempurna. Disaat teman sepermainan satu persatu lulus, baru saya merasa bahwa, ada yang harus saya selesaikan. Harus ada yang di prioritaskan, tapi tanpa mengesampingkan aktivitas bermusik. Yang ada dikepala saya saat itu ialah, yang penting lulus kuliah, entah nanti mau jadi apa itu urusan belakangan, yang penting saya lulus, dapat gelar sarjana dan tidak mengganggu aktivitas bermusik.

Namun, di awal 2008 saya mendapat sebuah tamparan yang begitu dasyat. Ayah saya, menghembuskan nafasnya di hadapan saya. Ayah, yang selama ini berjuang dalam membiayai kuliah saya dan sangat berharap agar saya segera menyelesaikan studi saya, harus pergi meninggalkan saya dan keluarga tanpa melihat saya di wisuda dan mendapat gelar kesarjanaan. Ada satu hutang yang harus saya bayar kepada beliau. Masih ingat betul saya dengan sindiran-sindiran khas beliau, agar saya segera menyelesaikan studi saya. Masih ingat betul, pesan beliau yang disampaikan oleh tetangga maupun kerabat beliau agar saya segera menyelesaikan studi saya. Ternyata beliau menaruh harapan yang begitu besar terhadap saya. 

Setahun kemudian, di awal 2009 saya berhasil menyelesaikan studi saya. Nilai skripsi saya mendapatkan nilai A, dan saya akan di wisuda pada pertengahan 2009. Rasa bangga dan haru tak bisa terhindarkan saat itu. Seusai menjalankan sidang skripsi, saya langsung ziarah ke makam beliau, dengan rambut botak plontos. Seperti janji saya kepada diri sendiri dan beliau, bahwa saya tidak akan memangkas rambut saya sampai saya selesai menyelesaikan studi saya. Pertengahan 2009, nama saya sudah berubah, yaitu Rachmat Abdillah, SH. 

Tuntas sudah satu hutang saya kepada beliau, yaitu mendapat gelar kesarjanaan. Namun yang harus saya pikirkan ialah, apa yang akan saya lakukan setelah lulus kuliah. Ya, seperti pada sarjana pada umumnya, mulai menulis surat lamaran kerja. Surat lamaran untuk menjual diri ke perusahaan favorit. Favorit?saat itu saya tidak tahu harus kerja di bidang apa, dan perusahaan apa. Yang saya mau saya ingin kerja yang berkaitan dengan musik, tapi tidak tahu dimana. 

Mengisi waktu nganggur saya habiskan dengan mengirim lamaran via email, dengan bantuan situs2 pencari kerja. Memang banyak tawaran maupun telepon masuk untuk interview. Mulai dari menjadi call center hingga broker sekalipun. Tak apalah, saya coba saja, walaupun saya tidak suka dengan bidang pekerjaannya, minimal mendapatkan ilmu dalam melakukan interview pekerjaan. Sampai suatu ketika saya melihat ada lowongan di televisi, di buka lowongan besar2an di sebuah stasiun tivi swasta. 

Saya tidak perlu meyebutkan namanya apa, tapi mereka identik dengan seragam hitamnya. Selain itu juga mereka identik dengan pegawai wanita yang ehm..cantik...heheehe...sudah tau kan pasti. Setelah beberapa kali menjalani proses seleksi, saya sebenarnya diterima di perusahaan tersebut. Namun, karena ada beberapa hal yang saya kira tidak logis, saya memilih untuk tidak mengambil kesempatan tersebut. Kalau saya ambil kesempatan tersebut, mungkin lain ceritanya jalan hidup saya.

Kurang lebih sebulan dari saya menolak mengambil kesempatan kerja tersebut, saya mendapatkan info dari teman saya yang saat ini menjadi reporter di salah satu majalah di ibukota. “met, lo mau coba ga nih?ada lowongan di majalah FAR, sebagai reporter”, ungkap dia. Ehm, saya jujur langsung tertarik walaupun seumur hidup belum pernah mendengar nama majalah tersebut. Tapi sebagai reporter?apa tugasnya?saya tidak tahu apa! Maklum, latar belakang pendidikan saya dari jurusan hukum. Dengan modal nekat, saya coba bikin tulisan, artikel tentang musik. Karena yang saya tau, majalah tersebut merupakan majalah seni, toh musik juga bagian dari seni. Saya sengaja bikin 3 tulisan, 2 review band dan 1 artikel sosial yang berkaitan dengan musik. Review band tersebut sengaja saya pilih, 1 band cutting edge, satu lagu mainstream. Untuk memberikan gambaran bahwa saya pun juga bisa profesional dalam menulis, bukan sekedar menulis karena ketertarikan pribadi, melainkan dari sudut ketertarikan pasar. 

Di bulan agustus kalau tidak salah, untuk pertama kalinya saya bekerja sebagai seorang penulis. Di majalah Far Magazine. Lucu sekali, pertama kali datang karena kantornya tepat berada di sebelah Parkit Dejavu, cafe dimana saya dan band saya Hard To Kill sering melakukan perform. Dimajalah ini saya memulai semuanya. Pertama kalinya saya bekerja dan mendapatkan gaji bulanan dari hasil keringat sendiri. Gajinya tidak besar, tapi proses pembelajarannya yang sangat mahal. Saya harus bisa bertahan dengan gaji sekian sampai akhir bulan, saya harus mengejar narasumber, saya harus bersedia pulang malam dan bekerja di hari libur. Jujur saya sangat menikmati masa-masa tersebut, ditambah dengan rekan-rekan kerja yang baik hati dan perasaan senasib sepenanggungan yang membuat saya selalu merindukan masa-masa sewaktu kerja disana. Selain itu juga di majalah ini saya bertemu dengan seseorang. Yes, dia yang berhasil membuka hati saya kembali. Tapi saya tidak akan banyak membahas dirinya disini, mungkin lain waktu.  (",)

Disaat saya sedang menikmati profesi saya sebagai jurnalistik, saya dihadapkan pada sebuah pilihan. Pilihan yang mungkin banyak ribuan orang menginginkan pilihan tersebut. Saya diterima disalah satu kementerian. Tepat tanggal 6 desember, dihari ulang tahun saya yang ke-24, disaat saya sedang bersiap2 untuk pergi meliput sebuah event di bilangan kemang, saya menerima telefon yang menginformasikan bahwa saya lolos seleksi penerimaan CPNS. Yap, saya memang pernah beberapa kali mengikuti tes seleksi masuk Pegawai Negeri Sipil, tapi saya tidak terlalu menganggap serius, karena saya yakin betul kemampuan saya, dan saya sangat yakin kalau saya tidak akan lolos seleksi. Tapi, Yang Maha Kuasa menentukan lain. Keputusan yang sangat sulit, tapi saya harus memilih, menjadi PNS atau seorang wartawan musik...

2 tahun sudah, saya menjalani profesi sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil. Profesi yang yang digeluti oleh kedua orang tua saya selama hampir kurang lebih 30 tahun. Di keluarga saya, memang cuma saya yang akhirnya meneruskan cita-cita mereka yaitu membangun negara ini. Di awal perjalan karir saya di kementerian ini, ehm jujur saja sangat kaget. Karena dunianya jauh berbeda dengan profesi saya sebelumnya. Di awalnya saya banyak duduk dibelakang meja dan melakukan pekerjaan yang tidak begitu saya suka. Namun, setelah penempatan saya kembali menemukan dunia saya. Saya kembali bergelut dengan aktivitas saya yang dulu tidak pernah terbayangkan akan saya lakukan. Yes, menulis. Kalau mengutip Putu Wijaya, menulis itu bagaikan menggorok leher, tanpa harus terluka. Saya sangat menikmati betul aktivitas ini.

Selain menulis, saya juga mendapatkan kesempatan untuk menggeluti dunia fotografi disini. Saya diberikan kebebasan untuk mengeksplore minat saya, jadi posisi saya saat ini bisa dikatakan mennjalankan tugas dang fungsi humas, namun saya bukan bagian dari humas. Saya hanya menjalankan fungsinya. apalah arti kedudukan dan status kalau saya tidak melakukan apa-apa, jadi perduli setan kedudukan saya saat ini apa. Okay, kembali ke profesi, di sini saya lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya memberikan pelayana kepada masyaraat umum. Di hari minggu saya dan rekan-rekan menuju satu lokasi untuk memberikan penyuluhan hukum secara gratis kepada siapapun yang membutuhkan. Kalau penasaran , boleh di buka link berikut ini www.bphntv.net .

Lalu bagaimana dengan aktivitas bermusik?sampai saat ini masih terus beraksi dan berkarya bersama Hard To Kill. Saat ini sedang melakukan rekaman untuk album penuh kedua yang akan diberi titel #Amarah Jiwa. Seperti apa?nanti saya akan kembali bercerita.

Sudah lama tidak menulis untuk papa, tepat 4 tahun papa pergi tanggal 29 Januari nanti. 4 tahun sudah kita tidak saling berkomunikasi pap, walaupun dulu ketika papa ada kita jarang berkomunikasi dengan baik, bahkan lebih sering berdebat. Hehehehe....mungkin komunikasi yang baik antara seorang ayah dan anak lelakinya ialah berdebat...heheheh,,,,,

Cuma mau bilang terima kasih pap, karena didikan papa yang keras yang telah membentuk diri mat sekarang, kalau papa terlalu menye-menye, mungkin mat gak akan bisa berdiri seperti sekarang. Sekarang mat udah berjuang untuk diri mat sendiri, dengan bekal pendidikan dari papa, insya allah bisa menjalani hidup di masa depan. Banyak cerita yang pengen mat share ke papa, mungkin kalo papa masih ada lain ceritanya...


 Pap, i meet someone...i will tell about her someday yah....


Enough for today dad, i will sent you a letter someday..love from your son....


                                                                                                             I miss you so much daddy


0 komentar:

Post a Comment